Minggu, 06 Maret 2011

GAYUS PAJAK MIRIP

BELI PESAWAT TERBANG MILYARAN, TAPI BAYAR PAJAK Rp 12. 000
KISAH NYATA DAN PERTAMA DI DUNIA, PERCAYA ATAU TIDAK.... ?




Salah satu permasalahan lemahnya tata kelola pemerintahan di Indonesia, baik di pemerintah pusat maupun daerah adalah belum adanya sistem pengendalian intern yang memadai. Tujuan reformasi keuangan adalah terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), di mana salah satu instrumen yang diperlukan adalah adanya Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Demikian ditegaskan oleh Kepala BPKP, Prof. Dr. Mardiasmo, yang juga sebagai Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) saat menyampaikan seminar tentang Implementasi Internal Control System pada Entitas Pemerintah setelah melantik dan mengukuhkan pengurus baru IAI Wilayah NTB periode 2011-2015 pada Hari Rabu (2/3/2011) di Mataram Nusa Tenggara Barat.
Menurut Mardiasmo, SPIP merupakan amanat dari paket Reformasi Keuangan Negara yang meliputi Undang-undang tentang Keuangan Negara, Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara serta Undang-undang tentang Pemeriksaan Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara. SPIP menekankan pentingnya komitmen pimpinan, nilai etika dan penyatuan pandangan atas visi, misi dan strategi organisasi.

Lebih lanjut Mardiasmo menegaskan bahwa kualitas tata kelola pemerintahan yang lemah antara lain ditunjukkan dengan penilaian auditor ekstern (BPK) yang masih memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) maupun disclaimer, bahkan opini tidak wajar (adverse) terhadap laporan keuangan entitas pemerintahan pusat dan daerah. Sebagai gambaran, dalam pelaporan keuangan tahun 2009, dari 435 pemerintah daerah di Indonesia, baru 15 pemda atau 4% yang pelaporan keuangannya mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Lemahnya tata kelola pemerintahan di Indonesia juga ditunjukkan dengan masih maraknya praktik korupsi dan pelayanan publik yang belum baik serta penyerapan anggaran yang masih rendah. “Masih akutnya penyakit korupsi di Indonesia dapat dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi tahun 2010 yang menempatkan Indonesia pada urutan 110 dan jauh berada di bawah negara-negara di Asia Tenggara seperti Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Dalam hal Indeks Persepsi Korupsi ini, untuk lingkup Asia Tenggara, Indonesia hanya lebih baik dari Vietnam, Philipina, Kamboja, Laos serta Myanmar,” tegas Mardiasmo.

Pelantikan dan pengukuhan pengurus IAI Wilayah NTB dihadiri sekitar 150 akuntan dari berbagai kompartemen/kalangan dan disaksikan oleh Sekretaris Daerah Provinsi NTB, Kepala Perwakilan BPK NTB, Pembantu Rektor III dan unsur Civitas Akademika Universitas Mataram serta beberapa pejabat dari BPKP Pusat dan Perwakilan Provinsi Bali. Dengan terbentuknya IAI Wilayah NTB ini diharapkan dapat memberikan kontribusi maksimal bagi lingkungan sekitar dan memberikan nilai tambah secara konkrit kepada masyarakat. Prof. Dr Mardiasmo menyatakan memiliki komitmen untuk bersama-sama melibatkan seluruh unsur IAI dan mengantarkan profesi akuntan Indonesia ke era format baru organisasi IAI dalam rangka merespons dinamika profesi dan tantangan yang akan dihadapi di masa datang, baik yang bersifat nasional maupun global.